SOKOGURU, JAKARTA – Industri manufaktur Indonesia kembali berada di bawah tekanan.
Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur nasional pada April 2025 terjun bebas ke angka 46,7—angka terendah sejak masa pandemi Covid-19.
Kondisi ini menandai fase kontraksi serius dan memicu keprihatinan kalangan legislatif.
Baca juga: DPR RI Sebut Ormas Nakal Rugikan Industri dan UMKM, Tindakan Tegas Diperlukan!
Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, angkat suara menanggapi situasi tersebut.
Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana. (Dok.DPR RI)
Ia menyebut penurunan PMI sebagai bukti nyata dampak kebijakan proteksionis global, termasuk tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) dan serbuan produk impor dari negara-negara pencari pasar alternatif.
“Ini bukan sekadar sinyal bahaya, tapi ancaman serius terhadap daya saing dan ketahanan industri nasional,” tegas Ilham, Minggu 4 Mei 2025.
Perlu Respons Cepat, Terintegrasi, dan Lintas Kementerian
Politikus Partai Golkar ini menyoroti perlunya respons cepat, terintegrasi, dan lintas kementerian untuk mengatasi tekanan ini.
Ilham pun mendukung penuh langkah strategis yang telah dan akan diambil oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
“Data Kemenperin menunjukkan bahwa 80 persen produk manufaktur Indonesia diserap oleh pasar domestik. Artinya, kita harus melindungi pasar dalam negeri dari gempuran produk asing yang tidak terkendali,” ujarnya.
Ilham mengapresiasi langkah Kemenperin dalam merespons keresahan pelaku industri, termasuk melalui diplomasi perdagangan dan kebijakan substitusi impor.
Ia menegaskan bahwa DPR RI siap mengawal arah kebijakan yang pro-industri, mulai dari aspek fiskal, tarif, hingga investasi.
Baca juga: Industri Tekstil Terancam! DPR Desak Pemerintah Segera Negosiasi Tarif Ekspor ke AS dan Eropa
Namun, ia juga mengingatkan bahwa kondisi “wait and see” pelaku usaha tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
“Harus ada kepastian kebijakan dan perlindungan konkret dari pemerintah. Dunia usaha butuh sinyal optimisme, bukan justru didorong untuk efisiensi yang berdampak pada PHK,” tegasnya.
China dan Filipina Mampu Jaga Daya Saing Manufaktur
Dalam Rapat Kerja dengan Menteri Perindustrian pada 2 Mei 2025, Ilham mencatat negara-negara seperti Tiongkok dan Filipina mampu menjaga daya saing manufakturnya dengan proteksi kuat terhadap pasar domestik.
Menurutnya, Indonesia harus meniru langkah-langkah tersebut agar tidak menjadi “tempat pembuangan” barang-barang asing.
“Pemulihan sektor manufaktur bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga ujian nyata komitmen kita terhadap kemandirian nasional,” jelasnya.
“Semua pihak—pemerintah, DPR, pelaku usaha, hingga masyarakat—harus bersatu memperkuat fondasi industri dalam negeri,” pungkas Ilham. (*)